Awal yang Nggak Biasa: Dari Slot ke Script
Namanya Aldi. Bukan lulusan teknik, bukan anak kampus, dan bahkan sempat putus sekolah di kelas 11 SMA. Kalau lihat dari luar, nggak ada yang menyangka dia bakal bisa bikin aplikasi sendiri. Tapi kisahnya berubah ketika ia secara nggak sengaja menemukan sesuatu yang sama sekali tak ia duga akan membawanya ke dunia coding.
Suatu malam, saat nongkrong bareng teman-temannya di warung kopi, Aldi melihat temannya main game slot bertema animasi dengan efek visual yang keren banget—Maxwin dari PGSOFT. Bukan karena dia tertarik dengan gamenya, tapi dia terpesona dengan bagaimana visual, suara, dan logika dalam game itu bisa sinkron dan terasa hidup. “Ini pasti ada yang ngodingin gila-gilaan di balik layar,” pikirnya.
Malam itu, pulang ke rumah, Aldi nggak bisa tidur. Bukan karena kepikiran jackpot, tapi karena pengen tahu: gimana sih caranya bikin hal sekeren itu? Dia pun mulai cari-cari di YouTube, Reddit, dan forum-forum lokal. Di sinilah perjalanannya dimulai—bukan dari kelas formal, tapi dari rasa penasaran dan satu pertanyaan kecil: “Apa aku bisa bikin kayak gitu juga?”
Belajar Lewat Ritme Sendiri, Bukan Jadwal Kampus
Aldi tahu dia nggak punya uang buat ikut bootcamp mahal atau kuliah di jurusan teknik informatika. Tapi dia juga tahu satu hal: dia punya waktu dan koneksi Wi-Fi tetangga yang lumayan kenceng. Jadi, dia bikin sendiri sistem belajarnya—belajar tiap malam jam 10 sampai 12, habis bantu ibunya jualan siang harinya.
Dia mulai dari yang paling dasar: HTML dan CSS. Tiap kali belajar, dia bikin satu proyek kecil. Pernah dia bikin ulang halaman login dari game yang dia lihat di PGSOFT, cuma buat latihan. Lalu lanjut ke JavaScript, Python, sampai akhirnya coba bikin simulasi logika game pakai library Phaser.
Yang bikin Aldi beda adalah konsistensinya. Walau cuma dua jam sehari, tapi dia nggak pernah skip. Bahkan pas sakit sekalipun, dia tetap nonton tutorial sambil rebahan. Dia percaya, yang penting bukan seberapa lama belajar dalam sehari, tapi seberapa rutin. “Belajar coding itu kayak nanem pohon. Nggak bisa dipaksa langsung tumbuh, tapi kalau dirawat tiap hari, pasti numbuh,” katanya.
Dari Tiru-Tiru Jadi Punya Gaya Sendiri
Awalnya Aldi banyak meniru. Dia ikuti tutorial persis, dari header sampai footer. Tapi lama-lama, dia mulai modifikasi. Ubah warna, ganti font, tambahkan fitur sendiri. Sampai akhirnya dia mulai ngerti kenapa satu baris kode ditulis seperti itu, bukan cuma hafal.
Suatu hari dia iseng bikin ulang simulasi putaran slot ala PGSOFT, tapi dengan tema kearifan lokal—pakai ikon-ikon budaya Indonesia. Dia upload ke GitHub dan share di Twitter. Nggak nyangka, ada developer indie dari Bandung yang DM dan ngajak kolaborasi bikin game edukasi!
Dari situ, jalannya makin terbuka. Aldi mulai dapet proyek freelance kecil-kecilan. Ada yang minta bikin landing page, ada juga yang minta bantuin bikin prototype aplikasi. Semuanya dia kerjakan dengan prinsip yang sama: satu hari satu langkah. Bukan kecepatan yang dikejar, tapi kontinuitas.
Kebiasaan Kecil yang Jadi Fondasi Besar
Salah satu kebiasaan unik Aldi adalah dia selalu nulis “kode harian” di buku tulis bekas sekolah. Setiap malam, dia catat satu hal baru yang dia pelajari—baik itu konsep baru, bug yang dia pecahkan, atau shortcut keyboard yang baru tahu. “Biar otakku nggak cuma ngoding, tapi juga mikir ulang kenapa aku ngoding,” katanya sambil ketawa.
Dia juga rutin nge-review project lamanya. Bukan buat nostalgia, tapi buat melihat sejauh mana kemajuan skill-nya. Kadang dia nemuin kode yang dulu dibikin ribet banget, padahal bisa disingkat dengan tiga baris. Dari situ dia belajar: coding itu bukan soal nulis panjang, tapi nulis efektif.
Satu lagi yang selalu dia pegang: belajar itu bukan lomba. Teman-teman seangkatannya mungkin udah kerja kantoran atau lulus kuliah, tapi dia nggak minder. Karena dia tahu, jalannya beda, dan tujuan hidup itu bukan cuma satu jalur.
Refleksi: Nggak Harus Pintar, Cukup Konsisten
Sekarang, Aldi mungkin belum jadi CTO atau bikin startup besar. Tapi dia udah hidup dari hasil koding. Dia bantu ibunya, bisa beli laptop sendiri, dan yang paling penting: dia bangga sama prosesnya.
Kisah Aldi ngajarin kita satu hal penting—bahwa belajar, apapun itu, nggak harus lewat jalur resmi. Nggak semua orang punya akses ke pendidikan formal, tapi semua orang punya kesempatan untuk konsisten. Dan kadang, inspirasi bisa datang dari hal yang paling nggak kita duga. Seperti Aldi yang belajar coding bukan karena buku, tapi karena penasaran dengan efek visual game slot.
Jadi, kalau kamu merasa terlambat, atau merasa nggak cukup pintar—ingatlah Aldi. Dia bukan jenius, bukan anak sultan. Dia cuma seseorang yang terus belajar sedikit demi sedikit, setiap hari. Karena dalam hidup, seperti dalam coding, yang penting bukan sempurna, tapi terus jalan.