Belajar Public Speaking Ala Mahasiswa Nyeleneh dari Kampung: Meniru Gaya Cerita Kakek Saat Jelaskan Pola Slot PGSOFT, Tak Butuh Pelatihan Profesional, Hasilnya Justru Makin Percaya Diri Tampil

Rp. 10.000
Rp. 100.000 -90%
Kuantitas

Awalnya Cuma Iseng, Tapi Jadi Titik Balik

Namanya Damar, mahasiswa semester lima dari sebuah desa kecil di pinggiran Jawa Tengah. Ia kuliah di kota, tapi logat kampungnya masih kental, dan gaya bicaranya pun cenderung ceplas-ceplos. Teman-teman kampus sering bilang dia “nggak cocok buat presentasi” karena terlalu santai. Tapi siapa sangka, justru gaya santainya itulah yang jadi kekuatan utama dalam public speaking-nya sekarang.

Ceritanya bermula waktu Damar harus ikut lomba presentasi mewakili kampus. Bukannya latihan pakai modul pelatihan atau ikut workshop komunikasi seperti peserta lain, Damar malah memilih metode nyeleneh: dia belajar dari cara kakeknya bercerita. Iya, kakeknya sendiri—yang tiap malam di depan warung kopi selalu asyik jelasin “pola slot PGSOFT” ke para tetangga. Bukan karena main slotnya, tapi karena cara si kakek membawakan ceritanya itu lho—serius, lucu, dan penuh gestur yang bikin semua orang nyimak.

Mengubah Cerita Slot Jadi Ilmu Panggung

Damar mulai mengamati, bagaimana kakeknya bisa bikin topik receh jadi menarik. “Bukan soal menang-kalahnya, tapi soal ‘feeling’ dan ‘pola’,” kata kakek. Dan itu ternyata bisa diterjemahkan ke dunia presentasi: merasakan audiens, membaca pola emosi, dan mengatur alur cerita. Damar menyadari, public speaking itu bukan soal kata-kata indah, tapi soal bagaimana membuat orang mau mendengarkan sampai habis.

Setiap malam, dia duduk diam sambil pura-pura main HP, tapi telinganya nyimak kakeknya ngoceh tentang slot PGSOFT—yang katanya “kalau udah dua kali muncul scatter tapi belum free spin, biasanya spin ke-18 itu jackpot.” Tapi yang Damar tangkap bukan pola slotnya, melainkan cara bercerita: intonasi naik-turun, gaya tangan saat menjelaskan, dan bahkan jeda dramatis sebelum punchline. Semua itu dia adaptasi ke gaya presentasinya.

Modal Nekat dan Niat, Bukan Modul Mahal

Waktu tampil di lomba presentasi itu, Damar nggak pakai slide canggih. Dia cuma bawa spidol dan papan tulis, sambil bilang, “Maaf, saya belum bisa pakai animasi, tapi saya bisa gambar dan cerita.” Awalnya penonton tertawa, mungkin ngira dia bercanda. Tapi lima menit kemudian, ruangan hening. Semua mata tertuju ke Damar yang dengan polos dan penuh semangat menjelaskan konsep teknologi dengan gaya seperti menjelaskan pola slot—analoginya sederhana, dan cara menyampaikannya hidup.

Juri terkejut. Salah satu dosen bahkan bilang, “Saya belum pernah lihat mahasiswa menyampaikan ide sesederhana ini tapi seefektif itu.” Damar nggak menang juara satu, tapi dia jadi pembicaraan. Sejak itu, dia sering diundang jadi pembicara di acara kampus, bahkan bantu teman-temannya belajar presentasi. Semua berawal dari cerita slot dan kakek di depan warung kopi.

Gaya Kampung yang Justru Bikin Nyambung

Salah satu hal yang bikin gaya Damar relatable adalah logat dan bahasa sehari-harinya yang nggak dia sembunyikan. “Kalau ngomong pake gaya orang Jakarta tapi kaku, mending ngomong gaya kampung aja tapi jujur,” katanya sambil ketawa. Ia percaya, jadi diri sendiri itu kekuatan, bukan kelemahan.

Dia juga punya kebiasaan unik: sebelum tampil, dia nggak baca skrip, tapi duduk di pojokan dan pura-pura ngobrol sendiri seolah lagi cerita ke temannya. “Biar nanti pas ngomong nggak kaku, serasa ngobrol aja,” katanya. Dan itu berhasil. Audiens merasa seperti diajak ngobrol, bukan digurui. Bahkan kadang mereka ikut tertawa atau nyeletuk balik, bikin suasana makin cair.

Pembelajaran dari Slot yang Nggak Pernah Dimainkan

Yang lucu, Damar sendiri nggak pernah main slot. Tapi dia tahu pola-pola dan istilahnya karena sering dengar kakek cerita. Ini jadi pengingat bahwa sumber inspirasi bisa datang dari mana aja—bahkan dari hal yang kelihatannya nggak nyambung. Yang penting, kita tahu cara menyerap makna di baliknya.

Bagi Damar, presentasi itu bukan soal jadi keren, tapi soal menyampaikan pesan dengan cara yang bisa dipahami orang lain. Dia nggak pernah merasa harus ikut pelatihan mahal, karena menurutnya “pelatihan terbaik itu di depan orang yang nggak peduli sama kita—kalau bisa bikin mereka dengerin, berarti kita bisa ngomong.”

Refleksi: Jadi Diri Sendiri Itu Strategi Paling Ampuh

Kisah Damar ngajarin kita satu hal penting: public speaking nggak harus ribet. Kadang, justru pendekatan paling sederhana dan paling jujur yang bikin kita bersinar. Kita nggak perlu jadi orang lain, atau meniru gaya formal yang bukan diri kita. Justru dengan membawa kebiasaan kecil, cerita lokal, dan cara berpikir yang otentik, kita bisa membangun koneksi yang lebih kuat dengan audiens.

Seperti kata kakeknya Damar, “Pola itu bisa dipelajari, tapi feeling itu dilatih.” Dalam hidup pun begitu. Kita bisa belajar teknik apa saja, tapi keberanian, ketulusan, dan konsistensi itu tumbuh dari pengalaman. Jadi, apapun latar belakangmu—kampung atau kota, introvert atau cerewet—kalau kamu mau tampil dan bercerita, mulailah dengan jadi diri sendiri. Siapa tahu, gaya kakekmu yang nyentrik itu justru yang bikin kamu bersinar di panggung.

@MPOSAKTI