Belajar Desain Lewat Slot: Seorang Pemuda Bandung Barat Terinspirasi Tampilan Visual Game Lucky Piggy untuk Mengamati Gaya Iklan dan Merancang Poster Keren Tanpa Belajar Formal

Rp. 10.000
Rp. 100.000 -90%
Kuantitas

Pemuda, Poster, dan Piggy Bank Virtual

Namanya Dimas. Umurnya baru 22 tahun, tinggal di pinggiran Bandung Barat, di sebuah rumah kecil yang berdiri di antara sawah dan bengkel motor milik pamannya. Dimas bukan lulusan sekolah desain, apalagi punya iPad dengan stylus canggih. Dia bahkan nggak punya laptop sampai beberapa bulan lalu. Tapi jangan salah, sekarang banyak anak muda di komunitas kreatif lokal mulai ngomongin “poster keren ala Dimas.” Dan yang bikin unik: awal mula inspirasinya bukan dari buku desain atau tutorial YouTube, tapi… dari game slot.

Yup, kamu nggak salah baca. Game slot. Lebih tepatnya: Lucky Piggy, sebuah game slot bertema celengan babi pink dengan efek kilau emas dan ikon-ikon visual yang begitu mencolok. Dimas nggak pernah benar-benar main slot dengan uang asli—ia hanya tertarik sama tampilannya. “Gila, ini kayak desainnya tuh niat banget. Warna-warni tapi nggak norak, dan tiap elemen tuh punya tujuan,” katanya suatu sore di warung kopi tempat dia biasa nongkrong.

Melihat Bukan Sekadar Menatap

Dimas punya kebiasaan aneh tapi keren: setiap kali buka game atau lihat iklan aplikasi di ponsel temannya, dia nggak cuma sekadar scroll atau skip. Dia pause. Screenshot. Kadang bahkan screen record. Lalu dia amati. "Gue pengin tahu kenapa background-nya pakai warna ungu gradasi, kenapa tombolnya bulat dan bukan kotak. Gue buka Photoshop gratisan terus coba tiru,” ujarnya sambil nyengir.

Dari situlah semuanya mulai. Dimas bukan tipe yang nunggu ilmu disuapin. Dia belajar dari rasa penasaran. “Awalnya cuma iseng. Tapi lama-lama gue sadar, cara gue liat desain itu udah beda. Mata gue mulai peka. Kayak bisa ngebedain mana desain yang niat, mana yang asal-asalan,” katanya. Jadi, tiap visual yang lewat di layar HP-nya, entah itu loading screen, banner promo, atau bahkan tombol ‘spin’, jadi bahan belajar.

Desain Tanpa Kelas Formal

Dimas tahu banyak orang ngira kalau belajar desain itu butuh kuliah mahal atau kursus ini-itu. Tapi dia buktiin, belajar bisa dari mana aja. Dia mulai bikin poster sendiri—untuk acara musik lokal, promo diskon warung kopi, bahkan ulang tahun keponakannya. Semua dia kerjain pakai software gratis, dan referensinya? Masih setia dari game dan iklan visual yang menurut dia “punya jiwa”.

Kadang dia buka Pinterest juga, tapi tetap baliknya ke Lucky Piggy dan game sejenis. “Entah kenapa, game slot itu punya gaya desain yang over-the-top tapi tetap rapi. Cocok buat belajar gimana cara menarik perhatian orang dalam hitungan detik,” jelasnya. Strateginya sederhana: cari elemen yang mencolok, tiru, lalu modifikasi. Dari situ, dia mulai ngerti soal komposisi, hierarchy visual, bahkan psikologi warna—semua dari pengamatan.

Konsistensi Kecil yang Berdampak Besar

Salah satu hal paling menarik dari cerita Dimas adalah rutinitasnya. Setiap malam sebelum tidur, dia sempatkan 30 menit buat "bedah visual"—istilah yang dia pakai buat menganalisis desain poster, tampilan game, atau apapun yang menarik di mata. “Gue buka Canva, ambil template gratisan, terus ubah-ubah warnanya sampai dapet feel yang mirip sama visual slot yang gue lihat,” katanya.

Tanpa sadar, dalam 6 bulan, koleksi posternya udah puluhan. Beberapa mulai dilirik UKM lokal yang butuh desain promo. Bahkan, temannya sendiri yang punya barbershop bilang, “Poster lo tuh beda, Mas. Bikin orang langsung berhenti scroll.” Dan semua itu bermula dari satu hal: rasa penasaran terhadap dunia visual yang biasa dipandang remeh.

Refleksi dari Seorang "Desainer Tak Resmi"

Cerita Dimas jadi pengingat buat kita semua bahwa proses belajar itu nggak harus selalu formal, dan inspirasi bisa datang dari hal-hal yang nggak disangka. Kadang yang kita butuhkan cuma kepekaan dan kemauan buat terus ngulik. Bukan sekadar ikut tren, tapi ngerti esensinya.

“Gue cuma anak kampung yang doyan lihat tampilan lucu. Tapi ternyata, kalau kita ngelihat sesuatu dengan serius, hasilnya bisa luar biasa,” ujar Dimas. Buat dia, desain bukan cuma soal estetika, tapi juga tentang menyampaikan sesuatu dengan cara yang tepat. Dan siapa sangka, celengan babi virtual bisa jadi pintu masuk ke dunia visual yang lebih luas?

Penutup: Proses Adalah Guru Terbaik

Dari Dimas, kita belajar satu hal penting: bahwa konsistensi kecil bisa membawa perubahan besar. Dia nggak menunggu alat sempurna atau momen ideal. Dia mulai dari apa yang ada, dari rasa penasaran, dari ketekunan melihat hal yang orang lain anggap sepele.

Jadi, kalau kamu lagi ngerasa nggak punya cukup sumber daya buat mulai belajar sesuatu, ingat Dimas. Mungkin yang kamu butuhin bukan alat mahal, tapi mata yang jeli dan hati yang mau terus belajar. Karena kadang, pintu kreativitas itu bisa muncul dari tempat yang nggak kita duga—bahkan dari tampilan game slot di layar HP.

@MPOSAKTI